Makalah Sejarah (Peradaban Kerajaan Sriwijaya - Indonesia)

Makalah Zafran | Makalah Sejarah (Peradaban Kerajaan Sriwijaya - Indonesia) - Berikut kami tayangan salah satu contoh makalah lagi yang mungkin bisa membantu teman-teman dalam menuntaskan tugas-tugas pelajaran baik di Tingkat SMA maupun perguruan tinggi. Berikut ini kita berikan salah contoh makalah yang berhubungan dengan Sejarah Kerajaan Sriwijaya di Indonesia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya dan bagi kami editor khususnya. bagi kamu yang butuh dengan makalah-makalah yang bertema lain silahkan kunjungi blog kami dan bila mana ada yang ingin mengirimkan saran atau keritikan yang membangun kami sangat mengharapkannya dan mungkin bila kamu punya makalah yang mungkin mau dibagikan kepada semua orang kamu boleh kirim kan kekami melalui email ke zafinfo2@gmail.com terimakasih . good luck

Makalah Sejarah (Peradaban Kerajaan Sriwijaya - Indonesia)
Peradaban Kerajaan Sriwijaya - Indonesia


Makalah Kerajaan Sriwijaya
BAB IPENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Wilayah Indonesia terdiri dari pulau besar dan kecil yang dihubungkan oleh selat dan laut, hal ini menyebabkan sarana pelayaran merupakan lalu lintas utama penghubung antar pulau. Pelayaran ini dilakukan dalam rangka mendorong aktivitas perdagangan. Pelayaran perdagangan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia, bukan hanya dalam wilayah Indonesia saja, tetapi telah jauh sampai ke luar wilayah Indonesia.

Pelayaran dan perdagangan di Asia semakin ramai setelah ditemukan jalan melalui laut antara Romawi dan China. Rute jalur laut yang dilalui dalam hubungan dagang China dengan Romawi telah mendorong munculnya hubungan dagang pada daerah-daerah yang dilalui, termasuk wilayah Indonesia. Karena posisi Indonesia yang strategis di tengah-tengah jalur hubungan dagang China dengan Romawi, maka terjadilah hubungan dagang antara Indonesia dan China beserta India.

Agama Hindu-Budha diperkirakan masuk ke Indonesia pada awal Tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India. Raja-raja dan para bangsawan yang pertama kali menganut agama ini kemudian membangun kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha seperti Kerajaan Kutai yang terletak di Kalimantan Timur, Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, Kerajaan Holing, Kerajaan Melayu di Sumatra Selatan dan berpusat di Jambi, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Mataram Kuno, Kerajaan Kediri, Kerajaan Singasari, Kerajaan Bali dan Pajajaran, serta Kerajaan Majapahit.

Masing-masing kerajaan tentu memiliki sejarah dan peninggalan-peninggalan yang harus kita ketahui. Salah satunya adalah Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan yang terletak di Sumatera Selatan dan beribukota di Palembang ini memiliki nilai sejarah yang tinggi untuk kita ketahui seperti historiografi, sejarah berdirinya, lokasi kerajaan, prasasti-prasasti peninggalan, hubungan regional dan luar negeri, masa kejayaannya, masa kemunduran maupun aspek-aspek kehidupan apa saja yang terkandung dalam kerajaan ini.

B.     Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Sriwijaya?
2. Di mana lokasi Kerajaan Sriwijaya?
3. Dari manakah sumber-sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya?
4. Apa sajakah bukti-bukti peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya?
5. Siapakah raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Sriwijaya?
6. Aspek kehidupan apa saja yang terkandung di dalam Kerajaan?
7. Apa yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan?

C.    Tujuan
Adapun tujuan dari penyusuna makalah ini adalah :
1. Mengetahui sejarah berdiri dan letak Kerajaan Sriwijaya.
2. Mengetahui bukti-bukti peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya.
3. Mengetahui silsilah raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Sriwijaya.
4. Mengetahui aspek kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya dalam pemerintahan 
        Kerajaan Sriwijaya.
5. Mengetahui dan mampu menjelaskan penyebab runtuhnya Kerajaan  Sriwijaya.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Historiografi
Nama Kerajaan           : Sriwijaya
Ibukota                        : Palembang
Bahasa                         : Melayu Kuno, Sansekerta
Agama                         : Budha, Hindu
Pemerintahan              : Monarki
Sejarah                        : 1. Didirikan pada tahun 600-an M
                                      2. Invasi Majapahit tahun 1300-an M
Mata Uang                  : Koin emas dan perak

B.     Lokasi Kerajaan
Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah membawa kejayaan kepulauan Nusantara di masa lampau. Bukan saja dikenal di wilayah Indonesia, tetapi hampir setiap bangsa yang berada jauh di luar Indonesia mengenal Kerajaan Sriwijaya. Hal ini disebabkan karena letak Sriwijaya yang sangat strategis dan dekat dengan jalur perdagangan antar bangsa yakni Selat Malaka. Selat Malaka pada masa itu adalah jalur perdagangan ramai yang menghubungkan pedagang-pedagang Cina dengan India maupun Romawi.

George Coedes, seorang sejarawan, menulis karangan berjudul Le Royaume de Crivijaya pada tahun 1918 M. Coedes kemudian menetapkan bahwa Sriwijaya adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera Selatan. Lebih lanjut, Coedes juga menetapkan bahwa letak ibukota Sriwijaya adalah Palembang, dengan bersandar pada anggapan Groeneveldt dalam karangannya, Notes on the Malay Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Source, yang menyatakan bahwa, San-fo-ts‘I adalah Palembang yang terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya di tepi Sungai Musi atau sekitar kota Palembang sekarang.

Dari tepian Sungai Musi di Sumatera Selatan, pengaruh Kerajaan Sriwijaya semakin meluas. Mencakup wilayah Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Bangka, Laut Jawa bagian barat, Bangka, Jambi Hulu, Jawa Barat (Tarumanegara), Semenanjung Malaya hingga ke Tanah Genting Kra.


C.    Sumber Sejarah
Sumber-sumber sejarah yang mendukung keberadaan Kerajaan Sriwijaya berasal dari berita asing dan prasasti-prasasti.

Sumber dari Luar Negeri

1. Sumber Cina
Kunjungan I-sting, seorang peziarah Budha dari China pertama kali pada tahun 671 M. Dalam catatannya disebutkan bahwa saat itu terdapat lebih dari seribu orang pendeta Budha di Sriwijaya. Aturan dan upacara para pendeta Budha tersebut sama dengan aturan dan upacara yang dilakukan oleh para pendeta Budha di pusat ajaran agama Budha, India. I-tsing tinggal selama 6 bulan di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta, setelah itu ia berangkat ke Nalanda, India. Setelah lama belajar di Nalanda, tahun 685 I-tsing kembali ke Sriwijaya dan tinggal selama beberapa tahun untuk menerjemahkan teks-teks Budha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. Catatan Cina yang lain menyebutkan tentang utusan Sriwijaya yang datang secara rutin ke Cina, yang terakhir pada tahun 988 M.

2. Sumber Arab
Orang-orang Arab sering menyebut Sriwijaya dengan nama Sribuza, Sabay atau Zabaq. Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya pada tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar, dengan tentara yang sangat banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kardamunggu, gambir dan beberapa hasil bumi lainya. Bukti lain yang mendukung adalah ditemukannya perkampungan-perkampungan Arab sebagai tempat tinggal sementara di pusat Kerajaan Sriwijaya.

3. Sumber India
Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja dari kerajaan-kerajaan di India seperti Kerajaan Nalanda dan Kerajaan Chola. Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan sebuah prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda. Dalam prasasti tersebut dinyatakan bahwa Raja Nalanda yang bernama Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari pajak. Sebagai gantinya, kelima desa tersebut wajib membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda. Di samping menjalin hubungan dengan Kerajaan Nalanda, Kerajaan Sriwijaya juga menjalin hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) yang terletak di India Selatan. Hubungan ini menjadi retak setelah Raja Rajendra Chola ingin menguasai Selat Malaka.

4. Sumber lain
Pada tahun 1886, Beal mengemukakan pendapatnya bahwa Shih-li-fo-shih merupakan suatu daerah yang terletak di tepi Sungai Musi. Sumber lain, yakni Kern, pada tahun 1913 M telah menerbitkan tulisan mengenai Prasasti Kota Kapur, prasasti peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di Pulau Bangka. Namun, saat itu, Kern menganggap Sriwijaya yang tercantum pada prasasti itu adalah nama seorang raja, karena Cri biasanya digunakan sebagai sebutan atau gelar raja.

Sumber Lokal atau Dalam Negeri
Sumber dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat oleh raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti-prasasti dari Kerajaan Sriwijaya sebagian besar menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti itu antara lain sebagai berikut.

1. Prasasti Kota Kapur
Prasasti ini merupakan yang paling tua, bertarikh 682 M, menceritakan tentang kisah perjalanan suci Dapunta Hyang dari Minana dengan perahu, bersama dua laksa (20.000) tentara dan 200 peti perbekalan, serta 1.213 tentara yang berjalan kaki. Sumber lain menyatakan prasasti ini berisi tentang penaklukan Bumi Jawa yang tidak setia kepada Sriwijaya. Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka.
(Peradaban Kerajaan Sriwijaya - Indonesia)
Prasasti Kota Kapur


2. Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti berangka tahun 683 M itu menyebutkan bahwa raja Sriwijaya bernama Dapunta Hyang yang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil menundukan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan adalah daerah Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk perdagangan.
Makalah Sejarah (Peradaban Kerajaan Sriwijaya - Indonesia)
Prasasti Kedukan Bukit


3. Prasasti Talangtuo
Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan tentang pembuatan Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.
Makalah Sejarah (Peradaban Kerajaan Sriwijaya - Indonesia)A
Prasasti Talangtuo


4. Prasasti Karang Berahi
Prasasti berangka tahun 686 M itu ditemukan di daerah pedalaman Jambi, yang menunjukan penguasaan Sriwijaya atas daerah itu.
Makalah Sejarah (Peradaban Kerajaan Sriwijaya - Indonesia)
Prasasti Karang Berahi

5. Prasasti Ligor
Prasasti berangka tahun 775 M itu menyebutkan tentang ibu kota Ligor yang difungsikan untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat Malaka.
Prasasti Ligor

6. Prasasti Nalanda
Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai Raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Kerajaan Syailendra. Di samping itu, prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 buah desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.
Prasasti Nalanda

7.        Prasasti Telaga Batu
Prasasti ini ditemukan di sekitar Palembang pada tahun 1918 M. Berbentuk batu lempeng mendekati segi lima, di atasnya ada tujuh kepala ular kobra, dengan sebentuk mangkuk kecil dengan cerat (mulut kecil tempat keluar air) di bawahnya. Menurut para arkeolog, prasasti ini digunakan untuk pelaksanaan upacara sumpah kesetiaan dan kepatuhan para calon pejabat. Dalam prosesi itu, pejabat yang disumpah meminum air yang dialirkan ke batu dan keluar melalui cerat tersebut. Sebagai sarana untuk upacara persumpahan, prasasti seperti itu biasanya ditempatkan di pusat kerajaan, maka diduga kuat Palembang merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya.
Prasasti Telaga Batu


D.    Kehidupan Politik
Salah satu cara untuk memperluas pengaruh kerajaan adalah melakukan perkawinan dengan kerajaan lain.  Hal ini dilakukan oleh penguasa Sriwijaya, Dapunta Hyang pada tahun 664 M dengan Sobakancana, putri kedua raja Kerajaan Tarumanegara.Saat kerajaan Funan di Indo-China runtuh, Sriwijaya memperluas daerah kekuasaannya hingga bagian barat Nusantara. Di wilayah utara, melalui kekuatan armada lautnya, Sriwijaya mampu mengusai lalu lintas perdagangan antara India dan Cina, serta menduduki Semenanjung Malaya. Kekuatan armada terbesar Sriwijaya juga melakukan ekspansi wilayah hingga ke Pulau Jawa, Brunei atau Borneo. Hingga pada abad ke-8, Kerajaan Sriwijaya telah mampu menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara.
Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam sistem pemerintahan Kerajaan Sriwijaya. Ada tiga syarat utama untuk menjadi raja Sriwijaya, yaitu :
1. Samraj, artinya berdaulat atas rakyatnya.
2. Indratvam, artinya memerintah seperti Dewa Indra yang selalu memberikan 
        kesejahteraan bagi rakyatnya.
3. Ekachattra, artinya mampu memayungi (melindungi) seluruh rakyatnya.

Berikut daftar silsilah para Raja Kerajaan Sriwijaya :

1. Dapunta Hyang Sri Yayanaga (Prasasti Kedukan Bukit 683 M, Prasasti Talangtuo 684 M)
Berita mengenai raja ini diketahui dari Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 M dan Prasasti Talangtuo tahun 684 M. Pada masa pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang Sri Yayanaga telah berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah Minangatamwan, Jambi. Sejak awal pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.   

2.      Cri Indrawarman (berita Cina, 724 M)
3.      Rudrawikrama (berita Cina, 728 M)
4.      Wishnu (Prasasti Ligor, 775 M)
5.      Maharaja (berita Arab, 851 M)
6.      Balaputradewa (Prasasti Nalanda, 860 M)
Pada masa pemerintahan Balaputradewa, Kerajaan Sriwijaya mengalami masa kejayaannya. Pada awalnya, Raja Balaputradewa adalah raja dari kerajaan Syailendra (Jawa Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra, antara Balaputradewa dan Pramodhawarni (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputradewa mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu, Raja Balaputradewa lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya berkuasa Raja Dharma Setru (kakak dari ibu Balaputradewa) yang tidak memiliki keturunan, sehingga kedatangan Raja Balaputradewa disambut baik. Kemudian ia diangkat menjadi raja.

7.      Cri Udayadityawarman (berita Cina, 960 M)
8.      Cri Udayaditya (Berita Cina, 962 M)
9.      Cri Cudamaniwarmadewa (Berita Cina, 1003. Prasasti Leiden, 1044 M)
10.  Maraviyatunggawarman (Prasasti Leiden, 1044 M)
11.  Cri Sanggrama Wijayatunggawarman (Prasasti Chola, 1004 M)
Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya mengalami ancaman dari Kerajaan Chola. Di bawah Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrama Wijayatunggawarman berhasil ditawan. Namun, pada masa pemerintahan Raja Kulottungga I di Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayatunggawarman dibebaskan kembali.

E.Struktur Birokrasi
Kerajaan Sriwijaya menerapkan struktur birokrasi yang bersifat langsung, karena raja berperan penting dalam pengawasan terhadap tempat-tempat yang dianggap strategis. Raja dapat memberikan penghargaan terhadap penguasa daerah yang setia dan sebaliknya dapat menjatuhi hukumanterhadap penguasa daerah yang tidak setia kepada kerajaan.

Dalam beberapa prasasti disebutkan tentang pelaksanaan suatu keputusan raja, lengkap dengan perincian hadiah atau sanksi yang dapat diterima dalam suatu peristiwa. Selain itu, ditemukan prasasti-prasasti yang mencatat masalah-masalah penyelesaian hokum sengketa antarwarga. Hal yang menarik bahwa sebagian prasasti memuat ancaman-ancaman atau kutukan-kutukan yang ditujukan kepada keluarga raja itu sendiri. Walaupun kedengarannya aneh, namun ada pendapat yang menganggap bahwa hal itu sangat mungkin terjadi, karena keluarga-keluarga raja yang menjadi ancaman itu, kekuasaannya berada di luar pengawasan langsung dari raja yang berkuasa.

F.     Kehidupan Ekonomi
Penguasaan Kerajaan Sriwijaya di urat nadi perhubungan pelayaran dan perdagangan Asia Tenggara yaitu di Selat Malaka, mempunyai arti penting bagi perekonomian kerajaan. Karena banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk menambah air minum, perbekalan makanan, istirahat, atau melakukan aktivitas perdagangan. Karena bertambah ramainya kegiatan perdagangan di Selat Malaka, Sriwijaya membangun ibukota baru di Semenanjung Malaka, yaitu di Ligor yang dibuktikan dengan Parasasti Ligor (755 M). Pendirian ibukota Ligor tersebut bukan berarti meninggalkan ibukota di Sumatera Selatan, melainkan hanya untuk melakukan pengawasan lebih dekat terhadap aktivitas perdagangan di Selat Malaka atau menghindari penyeberangan yang dilakukan oleh para pedagang melalui Tanah Genting Kra.

Menurut catatan asing, bumi Sriwijaya menghasilkan cengkeh, kapulaga, pala, lada, pinang, kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus, gading, timah, emas, perak, kayu hitam, kayu sapan, rempah-rempah dan penyu. Barang-barang tersebut dijual atau dibarter dengan kain katu, sutera dan porselen melalui relasi dagang dengan Cina, India, Arab dan Madagaskar.

G.    Kehidupan Sosial dan Budaya
Sriwijaya yang merupakan kerajaan besar penganut agama Budha, serta merupakan pusat agama Budha yang penting di Asia Tenggara dan Asia Timur. Agama Budha yang berkembang di Kerajaan Sriwijaya adalah agama Budha Mahayana. Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang dan tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) untuk belajar agama Budha dari seorang guru bernama Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di luar  India.  

Peninggalan-peninggalan Kerajaan Sriwijaya banyak ditemukan di daerah Palembang, Jambi, Riau, Malaysia, dan Thailand. Ini disebabkan karena Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang selalu berpindah-pindah, tidak menetap di satu tempat dalam kurun waktu yang lama. Prasasti dan situs yang ditemukan di sekitar Palembang, yaitu Prasasti Boom Baru (abad ke7 M), Prasasti Kedukan Bukit (682 M), Prasasti Talangtuo (684 M), Prasasti Telaga Batu ( abad ke-7 M), Situs Candi Angsoka, Situs Kolam Pinishi, dan Situs Tanjung Rawa. Peninggalan sejarah Kerajaan Sriwijaya lainnya yang ditemukan di Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu, yaitu Candi Kotamahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong I, Candi Gedong II, Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Kembar batu, Candi Astono dan Kolam Telagorajo, Situs Muarojambi. Di Lampung, prasasti yang ditemukan adalah  Prasasti Palas Pasemah dan Prasasti Bungkuk (Jabung). Di Riau, ditemukan Candi Muara Takus yang berbentuk stupa Budha.

H.    Masa Keemasan
Pada paruh pertama abad ke-10 yaitu antara masa jatuhnya Dinasti Tang dan naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian, Kerajaan Min dan negeri kaya Guangdong, Kerajaan Nan Han. Tak diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada tahun 903, penulis Muslim Ibn Batutah sangat terkesan dengan kemakmuran Sriwijaya. Daerah urban kerajaan meliputi Palembang (khususnya Bukit Seguntang), Muara Jambi dan Kedah.

I.       Masa Kemunduran
Tahun 1025, Rajendra Chola, Raja Chola dari Koromandel, India selatan menaklukkan Kedah dari Sriwijaya dan menguasainya. Kerajaan Chola meneruskan penyerangan dan penaklukannya selama 20 tahun berikutnya ke seluruh imperium Sriwijaya. Meskipun invasi Chola tidak berhasil sepenuhnya, invasi tersebut telah melemahkan hegemoni Sriwijaya yang berakibat terlepasnya beberapa wilayah dengan membentuk kerajaan sendiri, seperti Kediri, sebuah kerajaan yang berbasiskan pada pertanian.

Antara tahun 1079 - 1088, orang Tionghoa mencatat bahwa Sriwijaya mengirimkan duta besar dari Jambi dan Palembang. Tahun 1082 dan 1088, Jambi mengirimkan lebih dari dua duta besar ke China. Pada periode inilah pusat Sriwijaya telah bergeser secara bertahap dari Palembang ke Jambi. Ekspedisi Chola telah melemahkan Palembang, dan Jambi telah menggantikannya sebagai pusat kerajaan.

Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun 1178, Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat dua kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni Sriwijaya dan Jawa (Kediri). Di Jawa dia menemukan bahwa rakyatnya memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan rakyat Sriwijaya memeluk Budha. Berdasarkan sumber ini pula dikatakan bahwa beberapa wilayah kerajaan Sriwijaya ingin melepaskan diri.

Pada tahun 1288, Singosari, penerus kerajaan Kediri di Jawa, menaklukan Palembang dan Jambi selama masa ekspedisi Pamalayu. Di tahun 1293, Majapahit pengganti Singosari, memerintah Sumatra. Raja ke-4 Hayam Wuruk memberikan tanggung jawab tersebut kepada Pangeran Adityawarman, seorang peranakan Minang dan Jawa. Pada tahun 1377 terjadi pemberontakan terhadap Majapahit, tetapi pemberontakan tersebut dapat dipadamkan walaupun di selatan Sumatra sering terjadi kekacauan dan pengrusakan.

Kedudukan Sriwijaya makin terdesak karena munculnya kerajaan-kerajaan besar yang juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan, seperti Kerajaan Siam di sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas kekuasaannya ke arah selatan dengan menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaka termasuk Tanah Genting Kra. Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan lemahnya kegiatan pelayaran dan perdagangan di Kerajaan Sriwijaya.

Di masa berikutnya, terjadi pengendapan pada Sungai Musi yang berakibat tertutupnya akses pelayaran ke Palembang. Hal ini tentunya sangat merugikan perdagangan kerajaan. Penurunan Sriwijaya terus berlanjut hingga masuknya Islam ke Aceh yang disebarkan oleh pedagang-pedagang Arab dan India. Di akhir abad ke-13, Kerajaan Pasai di bagian utara Sumatra berpindah agama Islam.

Maka sejak akhir abad ke-13 M Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan kecil dan wilayahnya terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan Sriwijaya yang kecil dan lemah akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit pada tahun 1377 M. Pada tahun 1402, Parameswara, pangeran terakhir Sriwijaya mendirikan Kesultanan Malaka di Semenanjung Malaysia.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan bercorak Hindu terbesar di Indonesia, bahkan dijuluki sebagai pusat agama Hindu di luar India.
2. Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan yang sangat kuat dan kaya raya. Terbukti dari sebutan negara maritimnya.
3. Sejarah Kerajaan Sriwijaya dapat diakses dari prasasti-prasasti peninggalan kerajaan baik di dalam maupun di lur negeri serta dari berita-berita asing.

Related Posts

Makalah Sejarah (Peradaban Kerajaan Sriwijaya - Indonesia)
4/ 5
Oleh